Dok. Khusus
Jakarta, astawarta.com – Di tengah perayaan Hari Pers Nasional pada tanggal 9 Februari 2025, muncul tuntutan pembebasan dr. Tunggul P. Sihombing, MHA dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Cipinang. Tuntutan ini didasarkan pada berbagai pelanggaran hukum yang terjadi dalam proses peradilannya, seperti yang dipaparkan dalam rilis yang diterima awak media di Jakarta.
Di momentum Hari Pers Nasional, berbagai pihak mendesak agar kasus dr. Tunggul diusut tuntas. Beberapa poin penting menjadi dasar tuntutan pembebasan:
– Putusan Tidak Ditanda Tangani – Melanggar UU: Putusan yang menjadi dasar pelaksanaan eksekusi untuk perkara tindak pidana korupsi (TIPIKOR) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), termasuk putusan Peninjauan Kembali (PK), tidak ditandatangani oleh hakim dan panitera pengganti. Hal ini melanggar Pasal 200 UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Juncto Pasal 50 Ayat (2) UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
– Putusan Berkekuatan Hukum Tetap Belum Di Eksekusi – Melanggar UU: Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap selama lebih dari 7 tahun, belum dieksekusi. Hal ini melanggar Pasal 197 Ayat (2) Juncto Pasal 270 Juncto Pasal 277 UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Terdapat dugaan bahwa berbagai aset negara senilai Rp 1,2 triliun bersama aset pribadi dr. Tunggul P. Sihombing, MHA telah digunakan untuk kejahatan lainnya oleh aparat penegak hukum.
– Kesalahan Nyata Menentukan Unsur Seseorang – Melanggar UU: Dakwaan jaksa penuntut umum Kejaksaan RI, pertimbangan dan putusan hakim melakukan kesalahan nyata dalam menentukan unsur seseorang (barang siapa) dengan menyatakan dr. Tunggul P. Sihombing, MHA sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) TA 2008-2011. Selain itu, majelis hakim kasasi juga menyatakan dr. Tunggul sebagai tokoh pembangunan Merauke Papua. Padahal, fakta hukum yang sebenarnya, PPK I TA 2008 adalah Nandi Pinta dan PPK III TA 2011 adalah Desak Made Wismarin, sedangkan dr. Tunggul tidak memiliki hubungan langsung dengan pembangunan di Merauke Papua.
– Mengabaikan Perbuatan Melawan Hukum Penyedia Barang/Jasa – Melanggar UU: Pemilik, pimpinan, dan staf PT AN DKK yang menjadi penyedia barang/jasa dalam perkara ini, berdasarkan fakta persidangan merupakan subjek hukum yang sempurna (koordinator pelaky kejahatan). Namun, mereka luput dari beban pertanggungjawaban pidana tanpa adanya unsur pemaaf.
– Lapas Melaksanakan Eksekusi Berdasarkan Putusan yang Melanggar UU: Atas berbagai kesalahan nyata di atas, Tonny Nainggolan, Kepala Lapas Cipinang UPT Kemenkumham RI pada tanggal 15 Juni telah menyurati Ketua Mahkamah Agung untuk meminta konfirmasi dan jawaban demi azas kepastian hukum seturut amanat UU. Namun, hingga kini tidak ada respons.
Merujuk Pasal 12 Ayat (11) UU Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Juncto Butir 14 Dan 15 Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI – Kemenkumham RI – Jaksa Agung – Kapolri (MAHKUMJAPOL) Tahun 2010 Juncto Pasal 5 Dan 6 Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Dan Wewenang, Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan, Rutan/Lapas harus melepaskan dr. Tunggul P. Sihombing, MHA dari hukuman perkara TIPIKOR & TPPU sesuai perintah dari UU. (FJPK/Red)