
Foto Khusus/Dokumen
Batam, NP– M. Fahyumi bin Syarbini, warga Batam, mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Batam melawan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Polda Kepri). Permohonan ini diajukan melalui kuasa hukumnya, Agustinus Nahak T., S.H., M.H., Yanuarius Nahak T., S.H., M.H., Julius Rolan Lajar, S.H., Marcelinus Abi, S.H., dan Annisa Mumtakhanah Vidi, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus pada Kamis (19/6/2025)
Fahyumi mempertanyakan keabsahan proses penetapan dirinya sebagai tersangka dalam Laporan Polisi Nomor LP/A/19/V/2025/SPKT.DITKRIMSUS/POLDA KEPULAUAN RIAU, tertanggal 29 Mei 2025. Ia mendalilkan adanya pelanggaran hak asasi manusia dan ketidaksesuaian prosedur hukum dalam proses penggeledahan, penyitaan, dan penangkapan.
Poin-poin utama permohonan praperadilan:
– Penggeledahan dan Penyitaan Ilegal: Kuasa hukum Fahyumi menyatakan bahwa penggeledahan dan penyitaan barang bukti (handphone dan 11.120 liter Bahan Bakar Minyak) dilakukan tanpa menunjukkan surat perintah tugas dari pimpinan atau penetapan pengadilan. Mereka berpendapat tindakan ini melanggar Pasal 33 ayat (1) KUHAP dan Pasal 38 KUHAP, sehingga barang bukti dianggap tidak sah.
– Penangkapan yang Tidak Sah: Penangkapan Fahyumi juga diklaim tidak sah karena tidak ditunjukkannya surat perintah penangkapan dan tidak adanya situasi “tangkap tangan” sebagaimana diatur dalam Pasal 17 KUHAP dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009. Kuasa hukumnya menunjuk beberapa putusan pengadilan yang mendukung argumen ini.
– Pelanggaran Hak untuk Didampingi Penasehat Hukum: Fahyumi tidak didampingi penasehat hukum selama proses penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penetapan tersangka, melanggar Pasal 54 KUHAP. Kuasa hukumnya menekankan pentingnya pendampingan hukum sejak awal proses penyidikan.
– Penetapan Tersangka yang Sewenang-wenang: Kuasa hukum Fahyumi berpendapat bahwa penetapan tersangka dilakukan secara sewenang-wenang dan bertentangan dengan asas kepatutan dan kepastian hukum. Mereka mempertanyakan cukupnya bukti permulaan yang digunakan dan merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang interpretasi “bukti permulaan yang cukup”. Mereka berargumen bahwa bukti yang digunakan cacat hukum karena diperoleh secara ilegal.
Petitum:
Para Kuasa Hukum memohon kepada Majelis Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Batam untuk:
1. Mengabulkan permohonan praperadilan secara keseluruhan.
2. Menyatakan tindakan penggeledahan, penyitaan, dan penangkapan yang dilakukan oleh Termohon tidak sah dan batal demi hukum.
3. Menyatakan Laporan Polisi dan Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka tidak sah dan cacat hukum.
4. Memerintahkan pelepasan Fahyumi dari tahanan dan pengembalian barang bukti.
5. Memerintahkan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
6. Memulihkan hak-hak Fahyumi.
7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara.
Permohonan praperadilan ini akan menjadi fokus perhatian publik dan pengamat hukum di Batam, mengingat isu-isu pelanggaran hak asasi manusia dan prosedur hukum dalam proses penegakan hukum. Sidang praperadilan akan menentukan keabsahan proses hukum yang telah dilalui Fahyumi bin Syarbini.
(TIM NPLO)